Dikutip dari setkab.go.id Setelah disetujui oleh DPR-RI pada Rapat Paripurna,
19 Desember 2013, Rancangan Undang-Undang (RUU) Aparatur Sipil Negara
(ASN) pada 15 Januari 2014 telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menjadi Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2014 (Download ) tentang Aparatur Sipil Negara.
Berikut Pokok-Pokok dari UU No. 5/2014 tentang ASN:
I. Jenis, Status, dan Kedudukan
Pegawai
ASN terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan b. Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PNS sebagaimana dimaksud
merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian (PPK) dan memiliki nomor induk pegawai secara
nasional. Adapun PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai
pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK)
sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang
ASN.“Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur
aparatur negara, yang melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan Instansi Pemerintah, harus bebas dari pengaruh dan intervensi
semua golongan dan partai politik,” bunyi Pasal 8 dan Pasal 9 Ayat (1,2)
Undang-Undang ini.
II. Jabatan ASN
Jabatan ASN terdiri atas: a. Jabatan Administrasi; b. Jabatan Fungsional; dan c. Jabatan Pimpinan Tinggi.
Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. Jabatan administrator; b. Jabatan pengawas; dan c. Jabatan pelaksana.
Pejabat
dalam jabatan administrator menurut UU ini, bertanggung jawab memimpin
pelaksanaan seluruh kegiatan pelayanan publik serta administrasi
pemerintahan dan pembangunan. Adapun pejabat dalam jabatan pengawas
bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh
pejabat pelaksana; sementara pejabat dalam jabatan pelaksana
melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan
dan pembangunan.“Setiap jabatan sebagaimana dimaksud ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan,” bunyi Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini.
Sedangkan
Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan fungsional keahlian
dan jabatan fungsional ketrampilan. Untuk jabatan fungsional keahlian
terdiri atas: a. Ahli utama; b. Ahli madya; c. Ahli muda; dan d. Ahli
pertama. Sementara jabatan fungsional ketrampilan terdiri atas: a.
Penyelia; b. Mahir; c. Terampil; dan d. Pemula.
Untuk
jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas: a. Jabatan pimpinan tinggi utama;
b. Jabatan pimpinan tinggi madya; dan c. Jabatan pimpinan tinggi
pratama.
Jabatan Pimpinan Tinggi berfungsi
memimpin dan memotivasi setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah
melalui: a. Kepeloporan dalam bidang keahlian profesional; analisis dan
rekomendasi kebijakan; dan kepemimpinan manajemen; b. Pengembangan
kerjasama dengan instansi lain; dan c. Keteladanan dalam mengamalkan
nilai dasar ASN, dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku ASN.
“Untuk
setiap jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan
dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan,” bunyi Pasal 19
Ayat (3) UU ini sembari menambahkan, ketentuan lebih lanjut mengenai
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan
dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Menurut UU ini, jabatan
ASN diisi dari Pegawai ASN. Adapun jabatan ASN tertentu dapat diisi
dari: a. Prajurit TNI; dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri).
III. Hak dan Kewajiban
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 ini menegaskan, PNS berhak memperoleh: a. Gaji,
tunjangan, dan fasilitas; b. Cuti; c. Jaminan pensiun dan jaminan hari
tua; d. Perlindungan; dan e. Pengembangan kompetensi. Adapun PPPK berhak
memperoleh: a. Gaji dan tunjangan; b. Cuti; c. Perlindungan; dan d.
Pengembangan kompetensi.
Sedangkan kewajiban
ASN: a. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan
pemerintah yang sah; b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; c.
Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang; d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; e.
Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab; f. Menunjukkan integritas dan keteladanan
dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di
dalam maupun di luar kedinasan; g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya
dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan; dan h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.
“Ketentuan
lebih lanjut mengenak hak PNS, hak PPPK, dan kewajiban Pegawai ASN
diatur dengan Peraturan Pemerintah,” bunyi Pasal 24 UU. No. 5/2014 ini.
IV. Kelembagaan
Presiden
selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam kebijakan,
pembinaan profesi, dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk
menyelenggaraan kekuasaan dimaksud, Presiden mendelegasikan kepada:
a.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrrasi
(PAN-RB) berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan kebijakan,
koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas pelaksanaan
kebijakan ASN;
b. Komisi Aparatur Sipil Negara
(KASN) berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kebijakan dan Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta
pengawasan terhadap penerapan asas kode etik dan kode perilaku ASN;
c.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) berkaitan dengan kewenangan
penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN; dan
d.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) berkaitan dengan kewenangan
penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.
“Menteri PAN-RB berwenang menetapkan kebijakan di bidang pendayagunaan Pegawai ASN,” bunyi Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.
Undang-Undang
ini menyebutkan, kebijakan dimaksud termasuk di antaranya kebutuhan
Pegawai ASN secara nasional, skala penggajian, tunjangan Pegawai ASN,
sistem pensiun PNS, pemindahan PNS antarjabatan, antardaerah, dan antar
instansi.
KASN
Menurut
genai pasal 27 UU No. 5/2014 ini, KASN merupakan lembaga ninstrukturan
yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai
ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara asil
dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.
“KASN berkedudukan di ibu kota negara,” bunyi Pasal 29 UU ini.
Adapun
tugas KASN adalah: a. Menjaga netralitas Pegawai ASN; b. Melakukan
pengawasan atas pembinaan profesi ASN; dan c. Melaporkan pengawasan
evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN kepada Presiden.
Dalam
melaksanakan tugasnya, KASN dapat melakukan penelusuran data dan
informasi terhadap Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada
Instansi Pemerintah; melakukan pen gawasan terhadap pelaksanaan fungsi
Pegawai ASN sebagai pemersatu bangsa; menerima laporan pelanggaran norma
dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; melakukan
penelusuran data dan informasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan
pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN;
dan melakukan upaya pencegahan pelanggaran norma dasar serta kode etik
dan kode perilaku Pegawai ASN.
KASN berwenang:
a. Mengawasi setiap tahapan proses pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
mulai dari pembentukan panitia seleksi, pengumuman lowongan, pelaksanaan
seleksi, pengumuman nama calon, penetapan, dan pelantikan Pejabat
Pimpinan Tinggi; b. Mengawasi dan mengevaluasai penerapan asas, nilai
dasar kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; c. Meminta informasi dari
pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar
serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; c. Memeriksa dokumen
terkait pelanggaran Pegawai ASN; dane. Meminta klarifikasi dan/atau
dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan
laporanatas pelanggaraan Pegawai ASN.
“KASN
berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode
perilaku Pegawai ASN untuk disampaikan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang untuk wajib ditindaklanjuti,”
bunyi Pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.
Terhadap
hasil pengawasan yang tidak ditindaklanjuti, KASN merekomendasikan
kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap Pejabat Pembina
Kepegawaian dan Pejabat yang berwenang yang melanggar prinsip Sistem
Merit dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Susunan dan Seleksi KASN
Menurut
Pasal 35 UU ini, KASN terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap
anggota, 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota, dan 5 (lima)
anggota.
“KASN dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dibantu oleh asisten dan Pejabat Fungsional keahlian yang
dibutuhkan,” bunyi Pasal 36 Ayat (1) UU No. 5/2014 ini. Sementara pada
Pasal 37 disebutkan, KASN dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin oleh
seorang kepala sekretariat, yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil
(PNS).
Anggota KASN terdiri dari unsur
pemerintah dan/atau non pemerintah, berusia paling rendah 50 tahun pada
saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota KASN; tidak sedang menjadi
anggota partai politik dan/atau tidak sedang menduduki jabatan politik,
mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan tugas; memiliki
kemampuan, pengalaman, dan/atau pengetahuan di bidang manajemen sumber
daya manusia; berpendidikan paling rendah strata dua (S2) di bidang
administrasi negara, manajemen sumber daya manusia, kebijakan publik,
ilmu hukum, ilmu pemerintahan, dan/atau S2 di bidang lain yang memiliki
pengalaman di bidang manajemen Sumber Daya Manusia.
Anggota
KASN diseleksi dan diusulkan oleh tim seleksi yang beranggotakan 5
(lima) orang yang dibentuk oleh Menteri PAN-RB. Tim seleksi dipimpin
oleh Menteri dan melakukan tugas selama 3 (tiga) bulan sejak
pengangkatan.
“Presiden menetapkan ketua, wakil
ketua, dan anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang diusulkan oleh
tim seleksi,” bunyi Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
ini, sementara di Pasal 40 Ayat (2) disebutkan, Ketua, Wakil Ketua, dan
anggota KASN ditetapkan dan diangkat oleh Presiden untuk masa jabatan 5
(lima) tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
V. Manajemen ASN
Manajemen
ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit, yang berdasarkan pada
kualifkasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa
membedakan latar belakang poltik, ras, warna kulit, agama, asal-usul,
jenis kelamin, status pernikahan, umum, atau kondisi kecacatan.
Manajemen ASN ini meliputi Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
itu, Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembinaan Manajemen ASN
kepada Pejabat yang Berwenang di kementerian, sekretariat
jendral/sekretariat lembaga negara, sekretariat lembaga nonstruktural,
sekretaris daerah/provinsi dan kabupaten/kota.
Pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud memberikan rekomendasi usulan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansi masing-masing.
“Pejabat yang Berwenang mengusulkan pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing,” bunyi Pasal 54 Ayat (4)
UU ini.
Manajemen PNS pada Instansi Pusat,
menurut UU No. 5/2014 ini, dilaksanakan oleh pemerintah pusat, sementara
Manajemen PNS pada Instansi Daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Pasal
56 UU ini menegaskan, setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun
kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan
analisis beban kerja. Penyusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud
dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu)
tahun berdasarkan prioritas kebutuhan. Berdasarkan penyusunan kebutuhan
ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PAN-RB) menetapkan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS secara
nasional.
Adapun dalam hal pengadan, ditegaskan
Pasal 58 UU No.5/2014 ini, bahwa pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk
mengisi kebutuhan Jabatan Administrasi dan/atau Jabatan Fungsional
dalam suatu Instansi Pemeirntah, yang dilakukan berdasarkan penetapan
kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri PAN-RB.
“Pengadaan
PNS sebagaimana dimaksud dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, masa
percobaan, dan pengangkatan menjadi PNS,” bunyi Pasal 58 Ayat (4) UU No.
5/2014 ini.
Disebutkan dalam UU ini, setiap
Instansi Pemerintah mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat adanya
kebutuhan jabatan untuk diisi dari calon PNS, dan setiap Warga Negara
Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS
setelah memenuhi persyaratan.
Adapun
penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS harus dilakukan melalui penilaian
secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan
lain yang dibutuhkan oleh jabatan. Penyelenggaraan seleksi sebagaimana
dimaksud terdiri dari 3 (tiga) tahap, meliputi seleksi administrasi,
seleksi kompetensi dasar, dan seleksi kompetensi bidang
“Peserta
yang lolos seleksi diangkat menjadi calon PNS, dan pengangkatan calon
PNS ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian,” bunyi
Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
Selain
itu UU ini menegaskan, calon PNS wajib menjalani masa percobaan, yang
dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi, untuk
membangunan integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi
nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan
bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetenti
bidang.
“Masa percobaan sebagaimana dimaksud
bagi calon PNS dilaksanakan selama 1 (satu) tahun, dan selama masa
percobaan, Instansi Pemerintah wajib memberikan pendidikan dan pelatihan
kepada calon PNS,” bunyi Pasal 64 Ayat (1,2) UU ini.
Menurut
UU No. 5/2014 ini, Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi
persyaratan: a. Lulus pendidikan dan pelatihan; dan b. Sehat jasmani dan
rohani. Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan diangkat menjadi PNS
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, dan calon PNS yang tidak memenuhi
diberhentikan sebagai calon PNS.
Pangkat dan Jabatan
Pasal
68 UU ini menegaskan, PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu
pada Instansi Pemerintah berdasrkan perbandingan objektif antara
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan
dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh yang
bersangkutan.
PNS juga dapat diangkat dalam
jabatan tertentu pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan pangkat atau jabatan yang
disesuaikan dengan pangkat dan jabatan di lingkungan instansi Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Adapun
pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan kulifikasi, kompetensi,
penilaian kinerja, dan kebutuhan Instansi Pemerintah, yang dilakukan
dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas.
Sementara
promosi PNS dilakukan berdasarkan perbandingan objektif antara
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan,
penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerjasama, kreativitas, dan
pertimbangan dari tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah,
tanpa membedakan jender, suku, agama, ras, dan golongan.
“Setiap
PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang sama untuk dipromosikan ke
jenjang jabatan yang lebih tinggi, yang dilakukan oleh Pejabat pembina
Kepegawaian setelah mendapat pertimbangan tim penilai kinerja PNS pada
Instansi Pemerintah,” bunyi Pasal 72 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu.
VI. Mutasi, Penggajian, dan Pemberhentian
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan, setiap Pegawai Negeri Sipil
(PNS) dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi dalam 1 (satu) Instansi
Pusat, antar Instansi Pusat, 1 (satu) Instansi Daerah, antar Instansi
Daerah, antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dank e perwakilan
Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri.
Mutasi
PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi Daerah dilakukan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian; antar kabupaten/kota dalam satu provinsi
ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan kepala Badan
Kepegawaian Negara (BKN); antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar
provinsi ditetapkan oleh Menteri PAN-RB setelah memperoleh pertimbangan
kepala BKN; mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi Pusat atau
sebaliknya ditetapkan oleh Kepala BKN; dan mutasi PNS antar Instansi
Pusat ditetapkan oleh Kepala BKN.
“Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip larangan konflik kepentingan,” bunyi Pasal 73 Ayat (7) UU. No. 5/2014 ini.
Pasal 79 UU ini menegaskan, pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PNS serta menjamin Kesejahteraan PNS. Gaji dibayarkan sesuai dengan beban kerja, tanggung jawab, dan resiko pekerjaan.
Selain
gaji, PNS juga menerima tunjangan dan fasilitas, yang meliputi
tunjangan kinerja (dibayarkan sesuai pencapaian kinerja) dan tunjangan
kemahalan (dibayarkan sesuai dengan tingkat kemahalan berdasarkan indeks
harga di daerah masing-masing).
“Ketentuan
lebih lanjut mengenai gaji, tunjangan kinerja, tunjangan kemahalan, dan
fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dan Pasal 80 diatur dengan
Peraturan Pemerintah,” bunyi Pasal 81 UU ini.
Undang-Undang
ini juga menegaskan, PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian,
kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam
melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan berupa: a. tanda
kehormatan; b. kenaikan pangkat istimewa; c. kesempatan prioritas untuk
pengembangan kompetensi; dan/atau d. kesempatan mengadiri acara resmi
dan/atau acara kenegaraan.
Adapun PNS yang
dijatuhi sanksi administrative tingkat berat berupa pemberhentian tidak
dengan hormat, dicabut haknya untuk memakai tanda kehormatan berdasarkan
undang-undang ini.
Pemberhentian
Mengenai
pemberhenti, UU ASN ini menyebutkan, bahwa PNS diberhentikan dengan
hormat karena: a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c.
mencapai batas usia pensiun; d. perampingan organisasi atau kebijakan
pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau e. tidak cakap jasmani
dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
Selain
itu, PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan
karena hukuman penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan
hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang
dilakukan tidak berencana.
PNS juga dapat
diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena
melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
Adapun
PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena: a. melakukan
penyelewengan terhadap Pancasila dan UUUD 1945; b. dihukum penjara atau
kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak
pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana
umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; dan d.
dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pindana yang dilakukan dengan
berencana.
Pasal 88 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
ini menyebutkan, PNS diberhenikan sementara apabila: a. diangkat
menjadi pejabat negara; b. diangkat menjadi komisioner atau anggota
lembaga non structural; atau c. ditahan karena menjadi tersangka tindak
pidana.
“Pengaktifan kembali PNS yang
diberhentikan sementara dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian,”
bunyi Pasal 88 Ayat (2) UU No. 5/2014 ini.
Pensiun
Pensiun
Adapun mengenai Batas Usia Pensiun (BUP), pasal 90 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
ini meyebutkan, yaitu: a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat
Administrasi; b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi; dan
c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Pejabat
Fungsional. Download Surat Kepala BKN No. K.26-20 / V.7-3 / 99 tentang Batas Usia Pensiun
PNS yang berhenti bekerja, menurut
Pasal 91 UU ini, berhak atas jaminan pensiun dan jaminan hari tua sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“PNS
diberikan jaminan pensiun apabila: a. meninggal dunia; b. atas
permintaan sendiri dengan usia dan masa kerja tertentu; c. mencapai
batas usia pension; d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
yang mengakibatkan pensiun dini; atau e. tidak cakap jasmani dan/atau
rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban,” bunyi
Pasal 91 Ayat (2) UU ini.
Disebutkan dalam UU
ini, jaminan pension PNS dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai
perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai
penghargaan atas pengabdian PNS. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua
sebagaimana dimaksud mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang
diberikan dalam program jaminan sosial nasional
VII. Manajemen PPPK
Jenis
jabatan yang dapat diisi oleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) diatur dengan Peraturan Presiden. Selanjutnya, setiap
Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan
PPPK berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja.
“Penyusunan
kebutuhan jumlah PPPK sebagaimana dimaksud dilakukan untuk jangka waktu
minimal 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan
prioritas kebutuhan, dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri,” bunyi
Pasal 94 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
UU
ini menegaskan, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang
sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan.
Pengadaan
calon PPPK sebagaimana dimaksud, dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan
pengangkatan menjadi PPPK. Adapun penerimaannya dilakukan melalui
penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan
Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam
jabatan.
“Pengangkatan calon PPPK ditetapkan
dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian, dengan masa perjanjian
kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai
kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja,” bunyi Pasal 98 Ayat (1,2)
UU ini.
Apakah PPPK dapat menjadi Pegawai
Negeri Sipil (PNS)? UU ini menjawab, PPPK tidak dapat diangkat secara
otomatis menjadi calon PNS. Untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus
mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan bagi calon PNS, dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut
UU No. 5/2014 ini, pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak
kepada PPK berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko
pekerjaan. Selain gaji, PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan
pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK, dilakukan dengan hormat
karena: a. Jangka waktu perjanjian kerja berakhir; b. Meninggal dunia;
c. Atas permintaan sendiri; d. Perampingan organisasi atau kebijakan
pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK; atau e. Tidak cakap
jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan
kewajiban sesuai perjanjian kerja yang disepakati.
Pemutusan
hubungan perjanjikan kerja PPPK dilakukan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri karena: a. Dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
tindak pidana tersebut dilakukan dengan tidak berencana; b. Melakukan
pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat; atau tidak memenuhi target
kinerja yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian kerja.
Pemutusan
hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan tidak dengan hormat karena: a.
Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UU 1945; b. Dihukum
penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan
atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan
dan/atau pidana umum; c. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai
politik; dan d. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih
dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana.
Terhadap PPPK ini, menurut Pasal 106 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014,
pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa: a. Jaminan hari tua;
b. Jaminan kesehatan; c. Jaminan kecelakaan kerja; d. Jaminan kematian;
dan e. Bantuan hukum.
“Perlindungan berupa
jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan
jaminan kemarian dilaksanakan sesuai dengan sistem jaminan sosial
nasional,” bunyi Pasal 106 Ayat (2) UU tersebut.
Sementara
bantuan hukum sebagaimana dimaksud berupa pemberian bantuan hukum dalam
perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.
VIII. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan,
pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi
Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas
serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pengisian
jabatan pimpinan tinggi utama dan masdya sebagaimana dimaksud dilakukan
pada tingkat nasional,” bunyi Pasal 108 Ayat (2) UU tersebut.
Adapun
pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan PNS, yang dilakukan secara terbuka dan kompetitif
pada tingkat nasional atau antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.
Menurut
UU No. 5/2014 ini, jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu
dapat berasald ari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang
pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan
dalam Keputusan Presiden.
Selain itu, jabatan
pimpinan tinggi dapat pula diisi oleh prajurit TNI dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) setelah mengundurkan diri
adari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang
ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.
Adapun
untuk jabatan pimpinan tinggi di lingkungan Instansi Pemerintah
tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan
kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pengisian
jabatan pimpinan tinggi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah,
yang terdiri dari unsur internal maupun eksternal Instansi Pemerintah
yang bersangkutan,” bunyi Pasal 110 Ayat (1,3) UU tersebut.
Dalam
UU ini juga ditegaskan, dalam membentuk panitia seleksi pengisian
jabatan pimpinan tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian berkoordinasi
dengan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN).
Ketentuan mengenai pengisian jabatan pimpinan tinggi
ini dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah menerapkan
Sistem Merit dalam pembinaan pegawai ASN dengan persetujuan KASN.
“Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan
Pegawai ASN, wajib melaporkan secara berkala kepada KASN untuk
mendapatkan persetujuan baru,” bunyi Pasal 111 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 itu.
VIII.a. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Pusat
Untuk
pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan/atau madya, panitia seleksi
Instansi Pemerintah memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (sayu)
lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat yang ter[ilih disampaikan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Selanjutnya, Pejabat Pembina
Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga) nama calon sebagaimana dimaksud kepada
Presiden.
“Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3
(tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat
pimpinan tinggi utama dan/atau madya,” bunyi Pasal 112 Ayat (4) UU ini.
Adapun
untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi.
Selanjutnya, panitia seleksi memilih 3 (tiga) nama untuk setiap 1 (satu)
lowongan jabatan yang disanpaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian
melalui Pejabat yang Berwenang (pejabat yang memiliki kewenangan
menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai ASN).
“Pejabat
Pembina Kepegawaian lalu memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon yang
diusulkan dengan memperhatikan pertimbangan Pejabat yang Berwenang
untuk ditetapan sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama,” bunyi Pasal
113 Ayat (4) UU No. 5/2014 itu.
Untuk pengisian
jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi dilakukan oleh
Pejabat Pembina Kepegawian dengan terlebih dahulu membentuk panitia
seleksi, yang selanjutnya memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1
(satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon itu diserahkan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian untuk selanjutnya diusulkan kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Presiden akan memilih 1 (satu) nama
dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai
pejabat pimpinan tinggi madya.
Adapun pengisian jabatan pimpinan tinggi
pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih
dahulu membentuk panitia seleksi. Selanjutnya, panitia seleksi
mengusulkan 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang. Pejabat
Pembina Kepegawaian akan memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon untuk
ditetapkan dan dilantik sebagai pejabat pembina tinggi pratama.
“Khusus
untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang memimpin sekretariat daerah
kabupaten/kota sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota dikoordinasikan
dengan gubernur,” bunyi Pasal 115 Ayat (5) UU ini.
UU
ini menegaskan, Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti pejabat
pimpinan tinggi selama 2 (dua) tahun tehritung sejak pelantikan pejabat
pimpinan tinggi, kecuali pejabat pimpinan tinggi tersebut melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat
jabatan tertentu. Selain itu, penggantian pejabat pimpinan tinggi utama
dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan Presiden.
“Jabatan pimpinan tinggi
hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang
berdasarkan pencaaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan
kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembina
Kepegawaian dan berkoordinasi dengan KASN,” bunyi Pasal 117 Ayat (1,2)
UU No. 5/2014 itu
IX. Jadi Pejabat Negara
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan,
pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang
akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur,
bupati/walikota, dan wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri
secara tertulis dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak mendaftar sebagai
calon.
Adapun PNS yang diangkat menjadi Ketua,
Wakil Ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi, BPK, Komisi Yudisial. KPK;
c. Menteri dan setingkat menteri; d. Kepala Perwakilan RI di luar
negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa
Penuh; dam pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang ,
menurut Pasal 123 Ayat (1) UU ini, diberhentikan sementara dari
jabatannya, dan tidak kehilangan status sebagai PNS.
“Pegawai
ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud diaktifkan kembali sebagai PNS,” bunyi Pasal 123
Ayat (2) UU. No. 5/2014.
Adapun PNS yang
mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden;
ketua, wakil ketua, dan anggota DPR/DPRD; gubernur dan wakil gubernur;
bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan
pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai
calon.
Menurut UU ini, PNS yang tidak menjabat
lagi sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 123 Ayat (1)
dapat menduduki jabatan pimpinan tinggi, jabatan administrasi, atau
jabatan fungsional sepanjang tersedia lowongan jabatan.
“Dalam
hal tidak tersedia lowongan jabatan, dalam waktu paling lama 2 (dua)
tahun PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat,” bunyi Pasal
124 Ayat (2) UU No. 5/2014.
X. Organisasi dan Penyelesaian Sengketa
Pegawai
ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia,
yang memiliki tujuan menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan
profesi ASN, dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.
Sementara
untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan
keputusan dalam Manajemen ASN, menurut UU No. 5/2014 ini, diperlukan
Sistem Informasi ASN, yang diselenggarakan secara nasional dan
terintegrasi antar-Instansi Pemerintah.
Sistem
Informasi ASN memuat seluruh informasi dan data pegawai ASN, yang
meliputi: a.Data riwayat hidup; b. Riwayat pendidikan formal dan non
formal; c. Riwajat jabatan dan kepangkatan; d. Riwayat penghargaan,
tanda jasa, atau tanda kehormatan; e. Riwayat pengalaman berorganisasi;
f. Riwayat gaji; g. Riwayat pendidikan dan latihab; h. Daftar penilaian
prestasi kerja; i. Surat keputusan; dan j. Kompetensi.
Menurut
UU ini, sengketa pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif,
yang terdiri dari keberatan dan banding administratif. Keberatan
diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum
dengan memuat alasan keberatan, dan tembusannya disampaikan kepada
pejabat yang berwenang mengukum; adapun banding diajukan kepada badan
pertimbangan ASN.
XI. Ketentuan Peralihan
Pada Bab Peralihan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan, pada saat UU ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:
a. jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah non kementerian setara dengan jabatan pimpinan tinggi utama;
b. jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;
c. jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan tinggi pratama;
d. jabatan eselon III setara dengan jabatan administrator;
e. jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan
f. jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana.
“Penyetaraan sampai dengan berlakunya pelaturan pelaksanaan mengenai jabatan ASN dalam UU ini,” bunyi Pasal 131 UU tersebut.
Adapun menyangkut Sistem Informasi ASN, menurut Pasal 133, paling lama tahun 2015 dilaksanakan secara nasional.
Sementara Pasal 134 menegaskan, peraturan pelaksanaan UU ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UU ini diundangkan.
Sedangkan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 itu diundangkan.
“Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” tegas Pasal 141 UU. NO.
5/2014 yang diundangkan pada 15 Januari 2014 itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar