Setelah disetujui oleh DPR-RI dalam rapat paripurna
pada 18 Desember 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 15
Januari 2014 lalu, telah menandatangani pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. Sebelumnya, dalam proses persetujuan di DPR-RI,
pembahasan terhadap materi Undang-Undang Desa itu memakan waktu
bertahun-tahun.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa antara lain mengatur tentang Kedudukan dan Jenis Desa;
Penataan Desa; Kewenangan Desa; Penyelenggaraan Pemerintahan Desa; Hak
dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa; Keuangan Desa dan Aset Desa;
serta Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan.
Dalam
UU ini disebutkan, desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota, terdiri
atas Desa dan Desa Adat sesuai dengan penyebutkan yang berlaku di
daerah setempat.
Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, menurut Pasal 7 UU ini,
dapat melakukan penataan desa, yang meliputi: a. Pembentukan; b.
Penghapusan; c. Penggabungan; d. Perubahan status; dan e. Penetapan
desa.
Pembentukan desa sebagaimana dimaksud
harus memenuhi syarat: a.batas usia desa induk paling sedikit 5 (lima)
tahun terhitung sejak pembentukan; b. Jumlah penduduk, yaitu wilayah
Jawa paling sedikit 6.000 jiwa atau 1.200 kepala keluarga (KK), Bali
paling sedikit 5.000 jiwa atau 1.000 KK, Sumatera paling sedikit 4.000
jiwa atau 800 KK, Sulsel dan Sulut paling sedikit 3.000 jiwa atau 600
KK, NTB paling sedikit 2.500 jiwa atau 500 KK, Sulteng, Sulbar, Sultra,
Gorontali dan Kalsel paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 kk, Kaltim,
Kalbar, Kalteng dan Kaltara paling sedikir 1.500 jiwa ata 300 KK, NTT,
Maluku dan Maluku Utara 1.000 jiwa atau 200 KK, dan Papua/Papua Barat
paling sedikit 500 jiwa atau 100 KK.
Disebutkan
dalam UU itu, pembentukan desa dilakukan melalui Desa Persiapan yang
merupakan bagian dari wilayah desa induk. “Desa persiapan dapat
ditingkatkan statusnya menjadi desa dalam jangka waktu 1-3 tahun.
Desa
juga dapat dihapus karena bencana alam dan/atau kepentingan program
nasional yang strategis, dan dua desa atau lebih dapat digabung
berdasarkan kesepakatan. Selain itu, desa dapat berubah status menjadi
kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa dan Badan Permusyarawatan
Desa dengan memperhatian saran dan pendapatan masyarakat desa.“Pembentukan,
penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status desa menjadi
kelurahan atau kelurahan menjadi desa ditetapkan dalam Peraturan
Daerah,” bunyi Pasal 14 UU ini.
Adapun
kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asl usul dan ada istiadat desa.
Pemerintahan Desa
Pasal
23 UU ini menyebutkan, Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh
Pemerintah Desa, yaitu Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
yang dibantu oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain.
Kepala
Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, pembinaan
kemasyarakatan desa, dan pem berdayaan masyarakat desa. “Dalam
melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berhak menerima penghasilan tetap
setiap bulan, tunjangan dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat
jaminan kesehatan, dan mendapatkan perlindungan hukum atas kebijakan
yang dilaksanakan,” bunyi Pasal 26 Ayat (3c,d) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 itu.
Kepala
Desa antara lain dilarang: a. Merugikan kepentingan umum; b. Membuat
keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain,
dan/atau golongan tertentu; c. Melakukan tindakan diskriminatif
terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; d. Menjadi
pengurus partai politik; e. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi
terlarang; f. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan
umum dan/atau pemilihan kepala daerah; dan g. Meninggalkan tugas selama
30 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas.“Kepala
Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan, dan dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatab
secara berturut-turut atau tidak berturut-turut.
Adapun
perangkat desa terdiri atas: a. Sekretaris Desa; b. Pelaksana
kewilayahan; dan c. Pelaksana teknis yang kesemuanya bertugas membantu
Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perangkat desa
diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama
Bupati/Walikota.
Menurut UU ini, perangkat
desa berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang
sederajat, berusia 20-42 tahun, dan terdaftar sebagai penduduk desa dan
bertempat tinggal di desa paling kurang 1 (satu) tahun sebelum
pendafaraan.
Hak dan Kewajiban
Pasal 67 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
ini menegaskan, desa berhak mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial
budaya masyarakat desa; menetapkan dan mengelola kelembagaan desa; dan
mendapatkan sumber pendapatan.
Sementara
Masyarakat Desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah
Desa serta megngawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa; serta memperoleh pelayanan yang sama dan
adil.
Adapun pendapatan Desa bersumber dari: a.
Pendapatan asli Desa; b. Alokasi APBN; c. Bagian dari hasil pajak
daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota; d. alokasi dana Desa yang
merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota; e.
Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota; f. Hibah
dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan g. Lain-lain
pendapatan desa yang sah.
Sumber (setkab.go.id)
akhirnya dapat tunjangan juga
BalasHapussemoga jadi lebih rajinF
BalasHapusbiar gak ada korupsi lagi
BalasHapusbiar gak ada korupsi lagi..
BalasHapusthanks infonya
BalasHapus